Breaking News

FILSAFAT BUKAN SEKEDAR PETA INTELEKTUAL


Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 23 September 2025.
Di balik sunyi pikiran, filsafat lahir bukan sebagai hiasan intelektual. Berfilsafat bukanlah sebatas mengumpulkan dan mengucapkan ulang kutipan kata-kata hebat dari para pemikir, kaum cerdik-pandai kelas dunia nan bijak bestari. Lebih daripada itu, dan lebih penting,  berfilsafat adalah tentang menyalakan api yang membakar cara kita memandang dunia. Ia bukan sekadar permainan logika atau perenungan abstrak, tetapi panggilan untuk mengubah arah hidup, menata ulang makna, dan menantang kenyamanan yang semu. “Filsafat bukan hanya tentang berpikir, tetapi tentang mengubah cara kita hidup” (Hadot, 1995). Seperti hujan yang tidak hanya jatuh di atas tanah, tetapi meresap ke akar dan mengubah warna daun, filsafat menyentuh lapisan terdalam eksistensi manusia. Ia adalah keberanian untuk bertanya, dan kerendahan hati untuk berubah.

Dalam sejarah pemikiran, filsafat selalu menjadi medan pergulatan antara ide dan tindakan. “Filsafat sejati adalah latihan spiritual yang membentuk cara hidup, bukan sekadar teori” (Nugroho, 2020). Para filsuf Stoik seperti Epictetus dan Marcus Aurelius tidak hanya menulis tentang kebajikan, mereka menjalaninya dalam kesunyian dan kekuasaan. Di Timur, ajaran Konfusius dan Nagarjuna bukan hanya sistem logika, tetapi jalan hidup yang membentuk masyarakat selama berabad-abad. Filsafat menjadi kompas moral, bukan hanya peta intelektual.

Dalam konteks modern, filsafat terapan menunjukkan bahwa pemikiran kritis dan reflektif dapat mengubah cara kita bekerja, berkomunikasi, dan memimpin. “Filsafat terapan membantu individu dan organisasi membuat keputusan yang lebih etis dan bermakna” (Van Hooft, 2014). Di dunia kerja, filsafat bukan hanya tentang etika korporat, tetapi tentang bagaimana kita memperlakukan sesama, membangun budaya, dan menata tujuan. Di ruang publik, ia menjadi alat untuk membedakan antara kebisingan dan kebenaran.

Filsafat juga menyentuh ranah psikologis dan spiritual. “Refleksi filosofis dapat meningkatkan kesejahteraan emosional dan memperkuat identitas pribadi” (Wong, 2020). Ketika seseorang merenungkan makna penderitaan, cinta, atau kematian, ia tidak sedang bermain kata; ia sedang menyusun ulang jiwanya. Filsafat menjadi terapi eksistensial, membebaskan manusia dari belenggu ketidaktahuan dan ketakutan.

Dengan demikian, filsafat bukanlah menara gading, melainkan jalan setapak yang bisa dilalui siapa saja. “Filsafat publik harus membumi dan menyentuh kehidupan nyata masyarakat” (Nussbaum, 2011). Ia bukan hanya milik akademisi, tetapi milik setiap orang yang berani bertanya dan bersedia berubah. Dalam dunia yang penuh distraksi, filsafat mengajak kita untuk berhenti sejenak, melihat ke dalam, dan bertanya: apakah cara hidup kita sudah selaras dengan nilai yang kita yakini?

Dan pada akhirnya, filsafat adalah cermin yang tidak hanya memantulkan wajah, tetapi menggugah jiwa. Ia mengajak kita untuk tidak hanya berpikir, tetapi hidup dengan kesadaran. Dalam setiap keputusan, dalam setiap relasi, dalam setiap kesunyian; filsafat hadir sebagai cahaya kecil yang menuntun kita pulang ke diri yang paling jujur. Karena hidup yang tidak direnungkan adalah hidup yang belum sepenuhnya dijalani. Ia mengajarkan kita bahwa keberanian bukan hanya soal bertindak, tetapi juga soal memahami mengapa kita bertindak. Ia membisikkan bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari kepemilikan, melainkan dari pemaknaan. Dan dalam gelapnya keraguan, filsafat menjadi lentera yang tidak memaksa arah, tetapi menawarkan terang.

Referensi:
• Hadot, P. (1995). Philosophy as a Way of Life. Blackwell Publishing.
• Nugroho, A. (2020). Filsafat sebagai laku hidup: Perspektif praksis dalam pendidikan. Jurnal Filsafat Indonesia, 33(2), 145–160.
• Van Hooft, S. (2014). Applied Ethics: A Multicultural Approach. Routledge.
• Wong, P. T. P. (2020). Existential positive psychology. International Journal of Existential Psychology and Psychotherapy, 9(1), 1–13.
• Nussbaum, M. C. (2011). Creating Capabilities: The Human Development Approach. Harvard University Press.
________________________________________
"MPK’s Literature-based Perspectives" 
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari berbagai sumber. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - JEJAKKASUSINDONESIA.ID