Pontianak, 28 Juli 2025 - Dalam ranah hukum lingkungan hidup, asas strict liability atau tanggung jawab mutlak merupakan prinsip fundamental yang memberi kekuatan hukum bagi masyarakat korban pencemaran untuk menuntut ganti rugi tanpa perlu membuktikan adanya unsur kesalahan atau kelalaian dari pihak perusahaan. Asas ini menegaskan bahwa seseorang atau entitas, termasuk korporasi, dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas tindakan atau peristiwa merugikan, meskipun tidak terdapat mens rea (niat jahat) atau culpa (kelalaian).
Dalam konteks ini, perusahaan kelapa sawit yang terbukti menyebabkan pencemaran lingkungan wajib bertanggung jawab secara pidana dan perdata. Masyarakat sebagai korban berhak menuntut pemulihan atas kerugian yang diderita, tanpa dibebani kewajiban pembuktian kesalahan perusahaan. Cukup dengan membuktikan telah terjadi kerugian atau pencemaran akibat kegiatan usaha perusahaan tersebut.
Secara hukum, jenis pelanggaran ini dikenal sebagai strict liability offences, yakni pelanggaran terhadap kewajiban hukum tertentu yang secara tegas dibebankan kepada korporasi — di mana unsur mens rea bukan prasyarat utama. Prinsip ini telah diadopsi secara eksplisit dalam beberapa regulasi nasional, antara lain:
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH),
Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.
Namun sayangnya, implementasi prinsip ini masih sangat lemah. Hingga kini, penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang secara nyata telah mencemari lingkungan berjalan stagnan. Tidak ada bentuk penindakan atau pertanggungjawaban yang jelas, bahkan aparat penegak hukum (APH) sering berlindung di balik alasan hukum yang tidak logis, kabur, dan bertentangan dengan semangat perlindungan lingkungan.
Padahal, UUPPLH secara tegas menetapkan korporasi sebagai subjek hukum pidana, dan prinsip strict liability seharusnya diberlakukan secara konsisten. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas terhadap perusahaan pelanggar mencerminkan krisis keberanian dalam penegakan hukum serta pengabaian terhadap hak-hak masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Seruan Tegas:
Kami mendesak kepada:
Aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan, dan Hakim)
Kementerian/Lembaga terkait
Pemerintah Daerah dan Pusat
Untuk tidak lagi ragu menjalankan kewenangannya dengan menjadikan prinsip strict liability sebagai dasar hukum utama dalam menindak korporasi perusak lingkungan. Masyarakat berhak mendapatkan keadilan, dan lingkungan berhak dipulihkan. Tidak boleh ada impunitas bagi korporasi yang merusak!
Sumber : Dr. Herman Hofi Munawar
Pakar Hukum Lingkungan dan Tindak Pidana Korporasi
Jurnalis : Peru
Social Header