https://www.jejakkasusindonesia.id
Pontianak,Kalbar — LSM MAUNG Kalbar melontarkan kritik keras terhadap kebijakan fiskal nasional yang dinilai masih terjebak pada hitungan jumlah penduduk semata. Organisasi ini menilai pendekatan fiskal yang abai pada realitas geografis, keterisolasian wilayah, serta potensi ancaman geopolitik, berbahaya bagi rasa keadilan dan bahkan martabat bangsa.
> “Negara ini tidak dibangun hanya untuk pulau yang padat penduduk. Negara ini dibangun untuk setiap jengkal tanahnya. Jika kebijakan hanya menghitung kepala, sementara rakyat di pedalaman terpinggirkan, maka negara gagal memenuhi amanat konstitusi dan prinsip kemanusiaan,” tegas Andri Mayudi, Ketua DPD LSM MAUNG Kalbar, dalam keterangannya, Senin (14/7).
Ketimpangan Terang Benderang
Data menunjukkan, Kalimantan Barat memiliki luas wilayah sekitar 1,11 kali Pulau Jawa. Namun, gabungan APBD provinsi plus 14 kabupaten/kota hanya sekitar Rp 30 triliun. Sebagai perbandingan, sejumlah provinsi di Pulau Jawa mengelola APBD antara Rp 30 hingga Rp 90 triliun setiap tahun.
Biaya pembangunan di Kalbar pun jauh lebih mahal. Pembangunan jalan di wilayah ini bisa mencapai Rp 7 hingga Rp 8 miliar per kilometer, sementara rata-rata di Pulau Jawa hanya sekitar Rp 5 miliar. Selain itu, ongkos logistik di Kalbar membengkak 20–30 persen karena medan berat dan kondisi geografis yang kompleks. Wilayah perbatasan pun masih minim infrastruktur, membuat masyarakat terisolasi dan rentan persoalan sosial.
“Jangan anggap sepi masalah ini,” tegas Andri. “Ibu yang melahirkan di pusat kota Pontianak atau di tepian Sungai Kapuas Hulu sama-sama punya hak untuk dilayani negara. Negara tidak boleh menilai manusia hanya dari berapa banyak jumlah kepala di suatu daerah.”
Persoalan Keadilan, Persoalan Kedaulatan
Bagi LSM MAUNG Kalbar, ketimpangan fiskal bukan semata urusan anggaran daerah, melainkan menyangkut kedaulatan negara. Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan Malaysia. Ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan tak hanya memicu kemiskinan, tetapi juga membuka ruang bagi masuknya pengaruh asing, perdagangan ilegal, hingga migrasi gelap.
> “Batas negara tidak hanya dijaga dengan pagar kawat atau bendera merah putih. Kedaulatan dijaga dengan rasa keadilan yang dirasakan rakyat. Kalau rakyat merasa dianaktirikan, rasa percaya pada negara akan rapuh, dan itu menjadi celah bagi pihak asing,” ujar Andri.
Lima Solusi Konkret
LSM MAUNG Kalbar menilai reformasi Dana Alokasi Umum (DAU) sudah menjadi tuntutan mutlak, bukan sekadar diskursus akademik. Reformasi ini, kata Andri, harus dilakukan atas dasar keadilan hukum, sosial, filosofi, budaya, dan prinsip demokrasi.
Tanpa pembaruan formula yang lebih adil — mencakup bobot wilayah, indeks aksesibilitas, dana khusus perbatasan, audit lapangan, hingga transparansi — DAU hanya akan terus melestarikan ketimpangan.
LSM MAUNG Kalbar mengusulkan lima langkah konkret untuk mengatasi ketimpangan fiskal:
1. Penambahan Bobot Luas Wilayah
Formula DAU wajib memberikan bobot minimal 10 persen bagi provinsi dengan luas wilayah di atas 50.000 kilometer persegi.
2. Indeks Aksesibilitas
Pengalokasian anggaran mesti mempertimbangkan jarak, kondisi medan, dan kesulitan distribusi pelayanan publik.
3. Skema Dana Perbatasan Khusus
Alokasi dana khusus untuk pembangunan infrastruktur kesehatan, pendidikan, ekonomi, serta pengamanan di wilayah perbatasan.
4. Audit Lapangan Berkala
Kementerian Keuangan bersama Bappenas wajib turun langsung ke lapangan minimal setiap dua tahun, memastikan data kebutuhan fiskal bersumber dari kondisi nyata.
5. Transparansi dan Partisipasi Publik
Rumus alokasi dana serta hasil audit lapangan harus dipublikasikan secara daring agar masyarakat dapat mengawasi penggunaan anggaran secara terbuka.
LSM MAUNG Kalbar menekankan, perjuangan mereka bukan sekadar soal nominal anggaran. Lebih jauh, ini adalah soal harga diri bangsa dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Negara, kata Andri, tidak boleh membiarkan warganya di pelosok merasa menjadi warga kelas dua hanya karena tinggal jauh dari pusat pemerintahan.
> “Bangsa yang besar bukan bangsa yang hanya membanggakan jumlah penduduknya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu memuliakan setiap warganya di manapun berada. Keadilan fiskal bukan sekadar angka di kertas, tetapi cermin kemanusiaan yang adil dan beradab,” pungkas Andri.
LSM MAUNG Kalbar pun mendesak pemerintah pusat, DPR RI, dan seluruh pemangku kebijakan untuk segera melakukan reformasi fiskal agar benar-benar mewujudkan keadilan, melindungi kedaulatan, dan memastikan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri teguh di setiap jengkal tanahnya — dari pusat kota hingga ujung perbatasan.
Sumber : DPD LSM MAUNG Kalbar
(Nuryo Sutomo)
Social Header