www.jejakkasusindonesia.id
MEMPAWAH, KABAR- Di tengah hiruk pikuk pemberitaan tentang aksi demonstrasi yang berujung ricuh di berbagai daerah, sebuah oase kedamaian dan harmoni muncul dari Bumi Galaherang, Mempawah. Pada hari Sabtu, 30 Agustus 2025, Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Mempawah menggelar aksi demonstrasi di depan Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Mempawah. Namun, aksi ini bukanlah ajang konfrontasi, melainkan sebuah perayaan demokrasi yang berjalan damai, kondusif, dan bahkan mendapat sambutan hangat dari seluruh jajaran Polres Mempawah, mulai dari anggota hingga Kapolres.
Herman Habibullah, seorang tokoh pemuda Mempawah yang didapuk sebagai Koordinator Lapangan (Korlap) aksi demonstrasi, tak dapat menyembunyikan rasa haru dan bangganya. Dengan suara bergetar, ia mengungkapkan, "Alhamdulillah, aksi kami di Mempawah ini sungguh berbeda dengan apa yang terjadi di daerah lain. Di sini, kami bisa menyampaikan aspirasi dengan damai, tanpa ada gesekan, tanpa ada kekerasan. Ini adalah bukti bahwa dialog dan saling menghormati adalah kunci utama dalam membangun komunikasi yang baik antara masyarakat dan aparat kepolisian."
Lebih lanjut, Herman Habibullah menuturkan bahwa keberhasilan aksi damai ini tak lepas dari pendekatan humanis yang diterapkan oleh Polres Mempawah dalam mengamankan jalannya demonstrasi. "Kami sangat mengapresiasi profesionalitas dan kesigapan seluruh anggota Polres Mempawah yang telah mengawal aksi kami dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan. Mereka tidak terpancing emosi, tidak melakukan tindakan represif, dan selalu mengedepankan dialog dalam menghadapi massa aksi. Ini adalah contoh yang sangat baik dan patut ditiru oleh kepolisian di seluruh Indonesia," ujarnya dengan nada penuh harap.
Aksi demonstrasi ini sendiri dilatarbelakangi oleh keprihatinan Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Mempawah terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di tingkat nasional, khususnya terkait dengan tindakan represif aparat kepolisian dalam mengamankan aksi demonstrasi di sejumlah daerah. Sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab moral, mereka kemudian merumuskan sembilan tuntutan yang kemudian disuarakan dengan lantang oleh tiga orator ulung: Ima Muslim, Hafit, dan Yusril Khofi Alwi.
Dengan semangat membara, Ima Muslim membuka orasi dengan mengutuk keras segala bentuk tindakan arogansi dan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam mengamankan masa aksi di berbagai daerah. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan mencederai nilai-nilai demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Selanjutnya, Hafit menyampaikan tuntutan agar Kapolri mengundurkan diri dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anggota Brigade Mobil (Brimob) yang menewaskan seorang demonstran bernama Affan. Ia juga mendesak agar para pelaku pembunuhan tersebut dicopot dari jabatannya dan diberikan sanksi hukum seberat-beratnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tak ketinggalan, Yusril Khofi Alwi turut menyuarakan keprihatinannya terhadap tindakan arogansi dan represif yang dilakukan oleh Polres Kota Pontianak dalam mengamankan masa aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 28 Agustus 2025. Ia menuntut agar Kapolresta Pontianak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam mengamankan masa aksi pada tanggal 28 dan 29 Agustus 2025.
Selain itu, para orator juga menyampaikan sejumlah tuntutan lainnya, antara lain:
- Mendesak agar dilakukan reformasi total terhadap prosedur tetap (protap) Polri dalam melakukan pengamanan demonstrasi agar tidak kembali jatuh korban serupa.
- Menuntut agar Markas Besar (Mabes) Polri dan Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat segera membebaskan para demonstran yang ditahan pasca-aksi demonstrasi pada tanggal 28 dan 29 Agustus 2025 di Jakarta dan Pontianak.
- Menuntut agar aparat kepolisian tidak melakukan intimidasi dan penggembosan terhadap kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh para pelajar dalam aksi demonstrasi.
- Menuntut agar Polres Mempawah senantiasa menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses penegakan hukum yang dilakukan.
Di sela-sela orasi, Hafit juga menyampaikan pesan yang sangat menyentuh, "Polri itu bukan sumber provokasi, tapi sumber solusi. Polri itu milik rakyat, bukan milik penguasa." Sementara itu, Yusril Khofi Alwi menambahkan, "Dalam sistem demokrasi, pelajar juga punya hak untuk berbicara, menyampaikan aspirasi, dan tidak boleh diintimidasi apalagi dibungkam suaranya."
Puncak dari aksi demonstrasi ini adalah ketika Herman Habibullah menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Polres Mempawah atas pelayanan yang presisi, mengayomi, dan melindungi masyarakat. Ia berharap agar seluruh jajaran Polres, Polda di seluruh daerah, hingga Polri dapat mencontoh Polres Mempawah dalam menerima aspirasi dari massa aksi dengan humanis, sehingga tercipta suasana yang senang, aman, damai, dan kondusif.
"Polres Mempawah telah membuktikan bahwa polisi bisa menjadi sahabat rakyat, bukan musuh rakyat. Ini adalah contoh yang sangat baik dan patut ditiru oleh seluruh kepolisian di Indonesia," tegas Herman Habibullah dengan nada penuh keyakinan.
Sebagai Korlap aksi demonstrasi, Herman Habibullah menegaskan bahwa Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Mempawah akan terus mengawal tuntutan-tuntutan tersebut hingga berhasil direalisasikan. Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus bersatu dan berjuang demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik, adil, dan makmur.
Aksi damai di Mempawah ini telah mengukir sejarah baru dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Ia menjadi bukti bahwa dialog, saling pengertian, dan pendekatan humanis adalah kunci utama dalam membangun hubungan yang harmonis antara masyarakat dan aparat kepolisian. Semoga semangat Mempawah ini dapat terus menginspirasi dan menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.
(Nuryo Sutomo)
Social Header