www.jejakkasusindonesia.id
KOTA PONTIANAK – Dalam dinamika demokrasi, media massa bukan sekadar corong informasi. Ia adalah pilar keempat yang menjalankan fungsi kontrol sosial secara nyata.
Pemeriksaan Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi di sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Mempawah, menjadi ujian nyata bagi dua elemen integritas penyelenggara negara dan kredibilitas dunia jurnalistik.
Peristiwa yang menggemparkan Ibukota Provinsi Kalimantan Barat ini bukan hanya tentang seorang gubernur yang berurusan dengan hukum. Ini adalah cerminan dari sejauh mana fungsi media dan kewajiban seorang wartawan profesional dijalankan untuk kepentingan publik yang lebih luas.
Apa Kata Pakar?
Merespons gelombang pemberitaan ini, Praktisi Hukum yang juga anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Sudirman SH MH, memberikan penjelasan komprehensif mengenai peran strategis media.
“Fungsi utama media adalah menyajikan berita, reportase, dan fitur yang akurat serta terpercaya kepada publik. Ini adalah fondasi. Tanpa akurasi, semua fungsi lainnya runtuh,” tegas Sudirman di Kota Pontianak, pada Kamis, 29 Agustus 2025.
Lebih lanjut, ia menekankan peran pengawasan media yang sering kali terlupakan. “Fungsi berikutnya adalah memantau dan mengawasi kinerja pemerintah serta institusi-institusi lain. Media harus memberikan laporan yang objektif untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan. Inilah yang kita sebut sebagai kontrol sosial,” ucapnya menambahkan.
Pernyataan ini menohok langsung ke inti peristiwa. Pemberitaan mengenai pemeriksaan Gubernur Ria Norsan bukanlah untuk mengadili, melainkan untuk menginformasikan sekaligus mengawasi proses hukum yang sedang berlangsung.
Masyarakat berhak tahu dan media adalah perantara yang wajib menyampaikan kebenaran tersebut.
Pilar Jurnalisme
Lantas, siapa yang menjadi ujung tombak dalam menjalankan fungsi-fungsi mulia media ini? Jawabannya adalah wartawan. Mereka bukan sekadar pencari berita, tetapi individu yang memiliki tugas spesifik dan mulia.
Sebagai pelaku, seorang wartawan adalah eksekutor dari semua fungsi media. Mereka yang turun ke lapangan, mewawancarai sumber, mengonfirmasi data, dan akhirnya menyusun narasi yang mudah dicerna oleh publik.
Tugas Sang Penjaga
Apa saja tugas spesifik seorang wartawan ulung di tengah pusaran pemberitaan yang kompleks seperti kasus korupsi ini?
Mengumpulkan Data Akurat. Seorang wartawan harus aktif mengumpulkan informasi melalui wawancara mendalam, riset data, dan investigasi lapangan. Tujuannya satu: menemukan kebenaran faktual, bukan sekadar narasi yang sensasional. Dalam konteks kasus Ria Norsan, ini berarti melacak dokumen proyek PUPR Mempawah, mewawancarai pihak KPK, tim hukum gubernur, dan para pihak terkait lainnya.
Melaporkan dengan Jujur. Informasi yang telah dikumpulkan harus disusun dan dilaporkan secara teratur, akurat, dan tepat waktu kepada publik melalui berbagai platform, baik media cetak, daring, maupun siaran. Kecepatan tidak boleh mengorbankan akurasi. Setiap kalimat yang ditulis tentang perkembangan kasus ini memengaruhi opini publik.
Jembatan Informasi. Wartawan bertindak sebagai perantara komunikasi yang crucial antara peristiwa kompleks dan pemahaman publik. Mereka harus mampu menerjemahkan bahasa hukum yang ruwet dari KPK dan pengacara menjadi bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat awam. Ini adalah bentuk edukasi langsung.
Pembela Publik. Tugas perhaps yang paling berat adalah membela kepentingan masyarakat. Dalam kasus dugaan korupsi, yang dirugikan adalah uang rakyat. Wartawan wajib menyajikan suara rakyat, mengangkat pertanyaan kritis, dan yang terpenting, melindungi masyarakat dari banjirnya disinformasi atau hoaks yang sering kali menyertai pemberitaan kasus berprofil tinggi.
Berdiri Netral. Prinsip terakhir dan paling fundamental adalah objektivitas. Seorang wartawan hebat harus berusaha keras untuk bersikap netral, tidak memihak kepada pihak manapun—baik kepada KPK sebagai penegak hukum maupun kepada Gubernur sebagai saksi—untuk menjaga kepercayaan publik yang merupakan modal utama mereka.
Kontrol yang Beretika
Namun, kontrol sosial yang dilakukan media bukanlah sesuatu yang tanpa batas. Ia harus dilakukan dengan berlandaskan pada etika jurnalistik yang ketat. Prinsip-prinsip seperti presumption of innocence (asas praduga tak bersalah), keadilan dalam pemberitaan (cover both sides), dan menghindari conflict of interest mutlak diperlukan.
Pemberitaan harus fokus pada fakta-fakta yang telah terverifikasi, bukan pada opini atau spekulasi yang dapat mempengaruhi proses hukum. Inilah yang membedakan jurnalisme profesional dengan pemberitaan yang sembrono.
Penjaga Demokrasi
Kasus Gubernur Ria Norsan adalah sebuah episode penting dalam demokrasi Indonesia. Ia mengingatkan semua pihak tentang checks and balances dalam kekuasaan. Di satu sisi, KPK menjalankan fungsi penegakan hukum. Di sisi lain, media menjalankan fungsi kontrol dengan memberitakannya.
Tanpa media dan wartawan yang berintegritas, kasus-kasus seperti ini bisa tenggelam tanpa pengawasan publik.
Masyarakat akan buta, dan akuntabilitas kekuasaan akan melemah. Oleh karena itu, peran mereka sebagai penjaga demokrasi, penyampai fakta, dan pembela kepentingan publik tidak boleh dipandang sebelah mata. Mereka adalah oksigen dari masyarakat yang bebas dan terbuka.
Sumber ; anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Sudirman SH MH,
( Nuryo Sutomo )
Social Header